Jendela kamar yang mengantuk sudah terbuka kembali. Kabut masih mengambang di pucuk-pucuk daunan, seperti gadis jelita yang bertahun-tahun tertidur, hingga lambat-laun sinar matahari mengecupnya dan mengajaknya turun.
Aku pun bergegas mengemas langkah bak prajurit dalam perang pertama, menapaki hamparan kerikil yang setajam serpihan mortir, jalan-jalan berlubang yang mirip bekas ledakan, sawah-s
awah yang segersang medan gurun Timur Tengah, api yang berkobar membumi-hanguskan semak kering di pinggiran jalan.
Selamat pagi. Entah sudah berapa hari kemarau menyumbat hujan di awan-awan. Tapi hari-hari yang telanjang harus tetap diberi pakaian. untuk tetap dapat merasakan hidup. perubahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar